Tuesday, March 24, 2009

NASIB PENGRAJIN BLANGKON

Black In News. Blangkon merupakan salah satu perlengkapa pakaian adat. Ada berbagai macam jenis yang membedakan dari kerajinan penutup kepala ini sesuai asal daerahnya masing-masing. Diantaranya adalah blangkon gaya kagok, solo, mataraman atau yogyakarta dan sunda. Dari bentuk itulah blangkon dibedakan.
Widrajat asal bugusan adalah salah satu pelestari blangkon. Widrajat sudah lebih dari 30 tahun menekuni profesi sebagai pengrajin blangkon. Dibalik pembawaannya yang sopan keseharian widrajat sangat tekun bekerja.
Dengan berbekal ketelatenan dan kesabaran, ia mampu menopang kebutuhan rumah tangga dari hasil membuat blangkon. Dalam bekerja, bapak 2 anak ini dibantu 2 orang pekerja yang didatangkan dari wonosari gunung kidul.
Bahan dan alat membuat blangkon sangat sederhana. Terdiri dari klebot atau model kepala yang terbuat dari kayu, kain alas, kain yang bermotif, karton, lem, benang jahit dan gunting.
Cara membuatnya sangat sederhana, karena tidak menggunakan peralatan modern untuk proses produksi. Berikut cara membuat blangkon. Kain alas berbentuk lingkaran kepala, bagian pinggir dilapisi kertas karton, kemudian di atas klebot bahan tersebut disusun dan dirangkai serta di rekatkan menggunakan lem yang terbuat dari kanji.
Widrajat mulai mengenal industri blangkon sejak tahun 1978. Mulanya ia bekerja di tempat usaha seorang pengrajin blangkon. Ketika ditanya tentang penghasilan yang didapat dari penjualan blangkon, widrajat enggan menyebut jumlah angkanya. Ia hanya mengatakan "Hanya cukup, lebih sering pas-pasan saja". Namun dengan hanya berpenghasilan minim ia mampu menyekolahkan putra sulungnya sampai tamat SMK. Si bungsu yang masih duduk di bangku SD. Mereka diharapkan agar kelak mampu meneruskan usaha kerajinan blangkonnya.
Krisi keuangan global berimbas pada para pengrajin blangkon. Semua bahan baku menjadi naik. Padahal, pada saat itu juga musim penghujan. Para pengrajin tidak dapat secara leluasa menjemur blangkon-blangkon kreasinya. Akibatnya para pengrajin membatasi hasil produksi. Saat situsi normal, seorang pengrajin dapat menghasilkan sekodi blangkon. Tapi pada saat musim hujan hanya dapat menghasilkan seperempatnya saja. Meski begitu, widrajat tetap menekuni aktifitasnya sebagai pengrajin blangkon.

5 comments:

  1. Bro... emang kasian nasib budaya lokal kita.

    Biar orang pada luar negeri sana pada tau, ditulisannya diaksih gambar blangkon dukz...

    ReplyDelete
  2. Hehehe blangkonnya baru tak pake. Jadi belum aku pasang di blog ini.

    ReplyDelete
  3. waduh kasian yah para ukm-ukm, kena imbas krisis global, semoga ga berkepanjangan deh..

    ReplyDelete
  4. kasian amat...! seharusnya kita lebih mencintai tradisi lokal kita jgn sampe..pas krisi global begini para ukm-ukm balngkon mati...eh..bangkon-nya di claim ma negara lain lg..huhuhu..siapa sih yang hrs tanggung jwb..arrrggg1!!!!

    ReplyDelete
  5. ttp smgt yaa, mg krisis ini gk berkepanjangan dan industri lokal bergeliat kembali.. piss ^,^

    ReplyDelete

Silahkan anda berkomentar dengan benar, jujur dan sopan